jump to navigation

Investor perikanan butuh kepastian, bukan kerumitan Mei 9, 2006

Posted by Aji in Diskusi.
trackback

Dari sini

Berkali-kali, diberitakan, investor asing mengincar potensi perikanan di Indonesia. Mereka siap membawa dolar AS ke negeri ini. Dari mulai China, Filipina, Thailand bahkan Norwegia.

Waktu berlalu. Tunggu punya tunggu, rencana itu tak kunjung terealisasi. Selidik punya selidik, ternyata benar, kita belum menjadi orang yang memahami arti penting investor asing berinvestasi di negeri yang perekonomiannya dicabik-cabik oleh krisis multi dimensi.

Ulah 'kotor' para birokrat kita terus saja berlangsung. Padahal, seperti dikatakan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (ketika itu) Theo F. Toemion, dalam laporannya kepada Presiden Megawati Soekarnoputri pada acara Pencangan Tahun Investasi Indonesia 2003, betapa pentingnya investasi bagi pembangunan suatu bangsa.

Apalagi, kata Theo, untuk menarik investor ke Indonesia semakin ketat. Mengingat negara-negara tetangga juga telah dan sedang melakukan berbagai perbaikan-perbaikan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Saya pun jadi tidak geram lagi dengan Bank Dunia saat mengatakan iklim usaha di negeri ini buruk. Pernyataan itu terlontar di seminar Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia (24 November 2005) di Jakarta bertajuk Improving Indonesia Investment Climate, Reform Experiences from the Region.

Pada seminar yang digelar pada 24 November 2005, Bank Dunia memaparkan sejumlah indikator yang menunjukkan iklim investasi Indonesia terjelek di Asia Tenggara, antara Kamboja dan Filipina. Yang paling baik adalah Malaysia, dan tentu Singapura.

Menurut hasil survei Bank Dunia di 155 negara, maka peringkat Indonesia di bawah, yang menyangkut instabilitas makro, ketidakpastian kebijakan, korupsi, serta regulasi dan administrasi pajak.

Wakil Presiden Jusuf Kalla berulangkali menekankan revitalisasi iklim usaha sangat penting sebagai bagian untuk meningkatkan ekonomi Indonesia dari sekitar 6% menjadi 7% setahun, memperkecil pengangguran, dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

Tapi sejauh mana hal itu sudah diimplementasikan? Di sektor perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi memperlihatkan belum adanya sinyal menuju ke arah seperti yang diserukan Jusuf Kalla.

Buktinya, dia masih meminta pemerintah daerah agar tidak mengeluarkan peraturan daerah yang bisa menghambat masuknya investasi hanya karena ingin mengejar pendapatan asli daerah (PAD).

Freddy menyatakan hingga kini masih banyak peraturan yang dikeluarkan daerah hanya untuk mendapatkan pemasukan daerah setinggi-tingginya. "Peraturan tersebut ternyata justru berdampak pada terhambatnya investasi ke daerah," katanya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Bambang Suboko. Menurut dia, semenjak otonomi daerah digulirkan, masing-masing pemerintah daerah maupun di pusat, telah menciptakan aturan main sendiri untuk mendapatkan penghasilan dari pungutan yang ditarik dari investor.

Menurut Bambang, pungutan yang ditarik dari investor itu berupa pajak maupun nonpajak yang berkisar antara 10%-30%. "Pungutan itu akan semakin menyulitkan industri perikanan dalam negeri baik skala kecil maupun besar untuk mengembangkan usahanya secara maksimal. Ditambah, akan menghambat investor untuk masuk di Indonesia," katanya.

"Kalau tidak ada investor yang masuk ke daerah, maka masyarakat yang akan dirugikan karena tidak ada lapangan kerja," kata Freddy. Tidak ada gunanya jika pemasukan maupun kewenangan yang dimiliki pemda begitu besar, namun kehidupan masyarakat tetap susah karena sulit mencari kerja.

Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Miranda S Goeltom membenarkan birokrasi yang berbelit-belit pengambat masuknya investasi, dalam hal itu ada kesan investor sengaja dipersulit.

Kondisi itu, mengakibatkan para investor kurang berminat menanam investasi dan mengembangkan usahanya di Indonesia, bahkan investor dalam negeri justru menanam modalnya di luar Indonesia.

Perusahaan asing

Menurut dia, hingga kini masih banyak persoalan yang dinilai menghambat masuknya investasi ke Indonesia. "Persoalan-persoalan yang menghambat investasi tersebut adalah masih adanya pungutan liar baik di tingkat pusat maupun daerah," ujarnya.

Diakui, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi penanaman modal pada triwulan I 2006 sebesar Rp32,3 triliun. Realisasi investasi itu diperkirakan menyerap 107.480 pekerja.Sebagian besar yang berinvestasi adalah perusahaan asing.

Sepanjang Januari-Maret 2006, realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp8,5 triliun. Angka itu naik 87,9% bila dibandingkan dengan periode yang sama tanun lalu. Investasi PMDN itu diperkirakan menyerap 26.819 pekerja.

Penanaman modal asing (PMA) mencapai US$2;6 miliar (Rp23,8 triliun) atau naik 29,8% jika dibandingkan dengan pencapaian periode sama tahun lalu. Penyerapan tenaga kerja dari investasi PMA diperkirakan mencapai 80,661 pekerja.

Tapi, itu tidak menggambarkan potensi yang sebenarnya. Buktinya, jika dibandingkan dengan pada periode yang sama, persetujuan investasi turun 21,5% bila dibandingkan dengan tahun lalu.

Sekali lagi, birokrasi yang panjang dan berbelit-belit mempengaruhi minat investor menanamkan modal di Indonesia. Seperti yang terjadi selama ini, pihak BKPM memberikan target penyelesaian izin selama sepuluh hari, namun instansi lain juga terkadang menunjukkan ego dan eksistensi dengan memperlambat proses izin.

Sekarang ini izin sering menjadi momok bagi pengusaha, karena birokrasinya panjang dan berbelit-belit mestinya untuk menarik investasi harus lebih dipercepat, namun yang terjadi justru penyelesaian izin menjadi lambat, bahkan tidak jarang sampai 151 hari.

Kalau dihitung proses penyelesaian izin lebih lama dibandingkan dengan masa pengerjaan atau pembangunan suatu proyek. Belum lagi akhir-akhir ini banyak LSM yang tidak jelas yang sengaja mencari-cari kesalahan investor dengan melaporkan berbagai dugaan penyelewengan yang belum jelas kebenarannya.

Maka, jangan heran jika kemudian, sejumlah investor asing yang hendak investasi di sektor perikanan, hingga kini tersendat-sendat. Inikah yang kita inginkan? Atau…

Komentar»

1. putri - Mei 11, 2006

Iya emang… kayaknya kondisi seperti itu berjalan terus ya di Indonesia :(( Gimana ya cara mengalihkan pandangan seperti yg Aji tulis? Ganti orang, ganti pemimpin kok ya kayaknya sama aja.

btw… maaf buat temen-temen yang baca lautanku … saya lagi ‘agak lebih sibuk’ (hihi… malu euy bilangnya…) jadi belum sempat update ama hal-hal yang lain. Thanks buat Aji ya …mengisi postingan baru nih.

2. kandaga - Mei 14, 2006

Pak Aji, Saya tertarik mengetahui cara2 yg diambil untuk memformulasikan potensi kelautan Indonesia terkini.

dari obrolan2 ringan dgn nelayan2 di seputaran jawa,bali,ntb hingga ke lamakera di ntt sana, saya koq dapat kesan ” jaman skrg ikan susah didapat kang”.
jika kita berasumsi masih banyak area tangkap ikan yg belum terjamah, saya pikir area itu sudah dijamah armada2 asing sejak lama (teman kul asal papua juga mengamini)

untuk ikan yg gede2 seperti paus, orang2 jepun udah sejak lama mancing di perairan Indonesia. pernah saya pergi ke daerah lembata-ntt, masyarakat bilang :”wah, ikan paus udah jarang kongkow & lewat sini. soalnya di pancing duluan sama nippon di laut lepas sana”.

belum lagi kerusakan lingkungan perairan yg amat sangat, global warming dll.
Bukan pesimis, hanya layman perspective saja. Soalnya dari SD sampe sekarang, informasi ttg laut hampir sama.. potensi kelautan Indonesia hebat, tapi jarang ada yg mengimbangi dengan pernyataan.. laut indonesia sudah degradasi potensi dlsb.

Sekedar comments tanpa data akurat (sample info yg saya dapat juga mungkin tidak mewakili phenomenon secara statistik)

3. Aji - Mei 15, 2006

Memang untuk regulasi perijinan penangkapan ikan oleh asing berbeda dengan investasi langsung penanaman aset tidak bergerak di lahan Indonesia.

Perijinan mengakibatkan banyak sekali penyimpangan dan penyalahhunaan. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi beberapa waktu lalu telah menutup semua ijin penangkapan kapal asing.

Jadi diharapkan penanaman modal asing lebih ke sektor hilir, seperti pengemasan dan pengolahan. Sementara sektor hulu harus diberdayakan dari entitas ekonomi mikro yang tidak boleh dianaktirikan.

Trims masukannya Kang Kandaga

4. Rudi - November 16, 2007

Ada yang bisa beritahukan peraturanatau reguasi terbaru mengenai penangkapan ikan di Indonesia oleh perusahaan asing (Investor Luar)? Bagaimana tatacaranya?


Tinggalkan Balasan ke Rudi Batalkan balasan